SULSEL--Seseorang Aparatur Sipil Negara, agar bisa menikmati rasanya naik pangkat lebih tinggi haruskah melalui uji kompetensi. Cukup ditinjau dari DP3 atau SKP dan masa kerjanya, nggak harus uji kompetensi.
Menurut hemat saya aturan yang dibuat oleh manusia itu bisa dikaji kembali oleh para pakarnya, bukannya apa-apa, sebab aturan itu akan menunda karir seorang pegawai negeri sipill (ASN).
Misalnya seorang PNS/ASN tersebut berpangkat golongan III.d/Penata Tingkat I selama 7 tahun dan berusia 40 tahun, seharusnya bisa naik pangkat satu kali ke golongan IV.a/Pembina sebelum pensiun harus menelan ludah, seharusnya naik pangkat otomatis. Pasalnya penundaan itu harus melalui Uji kompetensi, padahal kenaikan pangkat menurut saya pribadi tidak ada korelasinya dengan jabatan yang diemban seorang Aparat Sipil Negara. Kan, bisa saja seorang ASN tersebut tetap menduduki jabatan fungsional Muda, PNS tersebut berpangkat IV.a tanpa melalui Uji Kompetensi, terlebih ASN tadi akan memasuki masa purnabakti. Tentu aturan ini sedikit menghambat karir seorang ASN yang sudah mengabdi selama 25 tahun bahkan lebih. Semoga saja aturan itu bisa di kembalikan ke kittahnya.
Tentu lain kisah dengan ASN yang menduduki jabatan fungsional tertentu. Misalnya seorang ASN tadi menduduki jabatan fungsional tingkat pertama selama 4 tahun, untuk bisa nail ke tingkat satu tingkat diatasnya harus melalui tahapan yang terbilang cukup njlimet/ribet dengan segala tetek bengeknya, misalnya seorang ASN yang menduduki jabatan fungsional tingkat terampil untuk bisa naik tingkat harus mengumpulkan angka kredit agar keluar hasil penilai angka kredit semacam raport dimasa sekolah dulu.
Setelah itu untuk bisa naik jabatan satu tingkat lebih tinggi, seorang ASN yang menduduki jabatan fungsional terampil yang akan naik jabatan fungsional muda harus melalui pendidikan dan pelatihan sebelum menjalani Uji Kompetensi, begitu seterusnya. Semoga hal ini dibaca oleh mas Menteri dan aturan tadi bisa dikaji ulang, Amin.